Jumat, 21 Agustus 2009

Bayangan Igo

Malam ini kembali kubuka lembar kerjaku di komputer dengan rasa lelah dan kantuk yang amat sangat aku masih mencoba untuk menulis untuk menyelesaikan pekerjaanku. Tiga judul puisi balada yang harus selesai minggu ini. Akhirnya kata kata itu mulai bermunculan di otakku terangkai dengan manisnya dari yang terasa lembut sampai melankolis. Bak penyair aku menggerakkan jari jari ini menekan beberapa huruf memberikan sentuhan sentuhan yang terasa manis. Setelah membaca kembali puisi-puisi yang telah kuselesaikan tiba tiba didalam pikiranku muncul sesosok lelaki yang memberikan warna dalam jiwaku. Laki laki yang memberikan inspirasi di dalam puisi puisi picisanku ini. Dan lelaki yang telah meluluhkan hatiku dengan ketulusan cinta dan kasih sayangnya. Ya…………. Namanya Igo. Lelaki inilah yang membantuku dalam setiap masalah masalahku. Ia yang memberikan cahaya kehangatan saat hatiku terasa kelam dan dingin tetapi Igo, ia pergi meninggalkan aku disini sendiri. Meninggalkan kepingan kepingan hatiku yang telah hancur remuk. Oh………Igo Igoku sayang kenapa kamu meninggalkan aku disini sendiri di saat hatiku telah kau ambil dan kini kau membiarkan dia sendiri. Oh..Igo ...igo sayang.
Tak terasa butiran air mata menetes menghangatkan jemariku. Membangunkanku dari kenangan kenanganku akan kekasihku. Kubiarkan hatiku ini larut dalam bayangan Igo tertumpah dalam bait bait puisi senduku untuk kekasihku Igo. Kekasihku sayang…..

Dalam kelam sepi ini
Terbias seutas senyum
Terurai diantara bibir lembutmu
Bibir itu
Manis terasa dalam ragaku
Terlintas
Tatapan kasih
Pemberi kehangatan
Di dalam dingin ini
Dan hanyalah
Sebuah bayangan
Sang kekasih di dalam ketenangan
Sang kekasih di dalam kenangan

Untuk kekasihku Igo
Di surga

Aku yang sekarang telah bangkit untuk berjuang melanjutkan harapan harapan kita, harapan harapanku dan Igo. Igo yang telah mengulurkan tangannya saat aku yang kotor ini berada di jurang kenistaan. Igo yang telah memberikan aku semangat untuk membangun hidupku, ya melalu puisi- yang aku buat. Igo yang juga mengajarkan aku untuk menolong sesama. Igo yang memiliki sejuta harapan dan sejuta semangat untuk menolong sesamanya walaupun ia tahu kalau ia akan meninggalkan semuanya, ya………semuanya termasuk diriku. Aku yang ditolongnya. Aku yang telah jatuh hati padanya dan Igo ……… Igo ternyata merahasiakannya dariku. Igo tahu ajalnya sudah dekat tapi ia tetap berjuang memberikan semangat untuk dirinya dan untuk orang lain. Kekasihku itu tahu kapan dia akan meninggalkanku. Igo positif tertular virus HIV. Menyedihkan, ditengah semua mimpi yang kami bangun. Ia pergi begitu saja. Meninggalkanku tanpa pegangan. Tapi mengapa harus Igo yang pergi meninggalkan harapan harapannya yang belum terwujud. “Oh Igo, aku masih sayang kamu” desahku lirih.
Mengapa tuhan dengan mudahnya mengambil dia dari pelukanku. Merenggut nyawanya yang tiada berdosa. Pamannya yang busuk dan keji itu, sadarkah dia apa yang telah ia perbuat pada Igo. Mungkin itu adalah malam yang terburuk yang pernah ia alami. Malam yang menghempaskan setiap mimpi yang ia miliki. Malam yang merenggut jiwanya. Igo yang malang.
****
Senja menghiasi cakrawala kala itu. Matahari telah kembali ke peraduannya. Aku dan Igo terduduk di atas pasir putih yang masih basah. Pandangan kami tertuju ke laut lepas. Terdiam, kami berdua menikmati angin laut yang berlalu. Indah pikirku, tanpa sadar aku menyandarkan kepalaku ke dekat Igo. Saat itu aku masih bimbang. Aku sangat ingin memeluknya dan menciumnya, menikmati setiap kehangatan yang ia berikan. Jika ia meminta, aku akan memberikan semua yang ku miliki untuknya.
Suasana pantai yang sepi, hanya aku dan Igo, ini menguatkan perasaanku untuk memberikan kejutan pada Igo. Perlahan lahan kuangkat kepalaku lalu tanganku yang sejak tadi memeluk pinggangnya ku gerakkan ke tengkuknya. Perlahan lahan ku gerakkan tanganku dengan halus di tengkuknya yang coklat legam. Igo masih terdiam, tak merespon. Pandangannya masih tertuju ke laut lepas. Aku mulai bimbang, haruskah aku menghentikan semua ini. Perasaan ini tak bisa kutahan lagi. Aku mengarahkan bibirku ke tengkuknya. Menciumi tengkuknya dengan lembut. Perlahan Igo menoleh ke arahku. ”Rin, hentikan!” desahnya. Tapi aku masih menciumnya, kini bibirku bergerak ke bibirnya. Igo hanya terdiam, tak juga merespon. Lima menit berlalu aku masih tetap mencium bibirnya tapi ia tetap diam. Aku malu, resah dan bimbang. Apa yang harus ku lakukan. Mempertaruhkan semua perasaanku, akhirnya aku berhenti. Kuangkat mukaku dan kupandangi dia dalam dalam. Sorot matanya sendu, bahkan terasa muram. Ia berucap “Maaf rin, aku benar benar tak bisa melakukannya”.
Aku bersimpuh lemah didepannya. Tanganku ku pindahkan dari pinggangnya ke pahaku yang tertutup kain pantai putih. Kepalaku tertunduk, memikirkan semua hal yang kulakukan barusan. Sungguh memalukan pikirku. Ternyata ia tidak mencintaiku. Mungkin aku yang terlalu besar kepala. Aku berusaha menahan air mataku di depan Igo. Perlahan Igo berbisik kepadaku. ”duduklah di sebelahku rin, aku akan menceritakan semuanya padamu”. Aku masih terdiam, tak tahu apa yang harus aku lakukan. Igo lalu berdiri dan memelukku. Diangkatnya badanku ke tempat semula. Lalu ia ikut duduk di sebelahku. Setelah air mataku bisa ku tahan. Pandanganku ku arahkan ke arah laut. Kami masih terdiam.
Semburat kuning kemerahan cakrawala kini berubah. Malam telah menggantikannya. Fikiranku masih kacau. Aku tak mengerti dengan perasaan Igo sekarang. Akankah ia menganggapku rendah, seperti para pria yang pernah menyetubuhiku. Tapi fikiran itu cepat cepat ku tepis. Aku masih mencintainya. Walaupun cintaku bertepuk sebelah tangan kepadanya tapi aku akan tetap mencintainya hingga akhir hayatku. Aku hanya berharap Igo, satu satunya sahabatku sekarang tidak merasa jijik padaku.
Di tengah pergumulan fikiranku, Igo mendesah ” Maafkan aku rin, aku tak bisa melakukannya”. Aku masih bimbang untuk bertanya, tapi aku harus tahu bagaimana perasaan Igo terhadapku. Ku beranikan diriku.
”Tapi, kenapa Go, kamu jijik dengan keadaanku!” ucapku tertahan.
”Bukan masalah itu rin!” nada suaranya yang tenang mulai meninggi.
”Sudahlah Go, kamu tak perlu mencari alasan lagi. Aku sadar, aku ini hanya bekas pelacur yang memang tidak pantas untukmu. Aku hanya minta satu hal padamu, setelah kejadian ini kamu masih mau berteman denganku.” semua perasaan yang sedari tadi meluncur begitu saja dari mulutku.
”Rin, kamu masih tak mengerti ya! Aku mencintaimu walau kamu hanya seorang pelacur atau gelandangan sekalipun aku akan tetap mencintaimu. Kamu... kamu berbeda rin. Dari semua wanita yang pernah ku temui. Hanya kamu yang mengikatku seperti ini. Aku sangat mencintaimu rin.” ucapnya tegas.
”Tapi, setelah semua yang kita lakukan tadi kamu hanya diam, go. Itu yang disebut mencintai! Sudahlah go kamu tak usah menghiburku lagi. Kamu terlalu baik untukku”
Igo hanya terdiam tak menanggapi semua yang kuucapkan. Lama, keheningan menjalari kami berdua. Kepalaku ku tengadahkan ke atas agar air mataku tak meleleh. Ku pandangi bulan dan bintang yang bersinar terang, berharap sinar itu bisa menyinari hatiku yang suram. Samar samar kudengar Igo mendesah panjang. Ia memanggil namaku.
”rin, tatap mataku. Aku tak pernah berbohong kalau aku sangat mencintaimu. Melebihi apapun di dunia ini.” aku hanya terdiam sambil menatap ke dalam matanya yang berwarna coklat gelap.
”Rin, aku Odha, pengidap penyakit kotor dan menjijikkan. Aku positif HIV, Rin!”
Aku terhenyak, tangisku tak bisa ku tahan lagi. Semuanya pecah di depan Igo. Aku malu terlihat cengeng di depan Igo. Aku malu menghadapi ketegaran yang Igo miliki. Aku malu dengan nasib yang mempermainkan kami.
Perlahan, Igo menghapus air mata di wajahku. Ia membelai kepalaku, menenangkanku layaknya aku seorang anak kecil yang sedang menangis. Aku hanya terdiam dan dengan munafiknya, menyandarkan kepalaku di bahu Igo. Setelah aku mulai tenang, Igo menceritakan semuanya.
”Malam itu, tepatnya tiga tahun yang lalu umurku masih 20 tahun. Aku bertandang ke rumah pamanku di Jakarta. Saat itu kuliahku di Jogja sedang libur jadi aku menghabiskan liburanku di rumah pamanku. Pamanku adalah seorang duda tanpa anak. Masa pernikahannya dengan istrinya hanya sekitar 1 tahun. Lalu mereka bercerai. Aku tak tahu apa penyebabnya. Yang aku tahu adalah Ia adalah paman yang baik, yang selalu menganggap keponakannya seperti anaknya sendiri. Aku memang tak terlalu akrab dengannya. Tapi untuk menghemat pengeluaran liburanku di Jakarta, akhirnya aku menginap selama seminggu di rumah pamanku di Jakarta. Aku sangat senang bertemu dengannya. Pada awalnya, pamanku terlihat sangat ramah dan baik padaku. Tapi kadang kala aku benci melihat gelagatnya saat memperhatikanku. Seolah olah ia sedang menelanjangiku, meneliti setiap detail tubuhku. Tapi fikiran itu cepat-cepat kutepis. Hingga saat malam terakhir aku menginap di rumah pamanku. Tiba-tiba paman masuk ke kamarku. Membawakan segelas susu dan sepotong roti isi daging untukku. Aku tak tahu bahwa ternyata paman ingin menjebakku. Setelah memakan roti isi dan meminum susu yang di berikan paman, tiba tiba kepalaku menjadi pening. Samar samar kulihat paman tersenyum ke arahku sambil membuka kancing kemejanya. Aku ingin menolak tapi seluruh syarafku seakan terkunci. Dan tiba tiba semuanya menjadi kelam. Keesokan paginya, baru ku sadari apa yang telah paman lakukan padaku. Kepalaku masih pusing, saat aku bangun dari ranjangku. Pakaianku dan pamanku bertebaran di mana. Tuhan apa yang telah terjadi padaku. Aku hanya terdiam tanpa bisa berbuat apa apa. Pamanku keluar dari kamar mandi. Dengan senyum kemenangan ia berkata padaku ”Sudahlah go, hal sepeti itu tak perlu kau sesalkan. Bukankah kau menikmatinya juga!” Saat itu perasaanku benar benar kacau. Paman yang begitu aku banggakan ternyata melakukan hal yang tidak pantas. Aku tertunduk lesu, memikirkan semua keadaan yang menimpaku. Tiba tiba paman keluar kamar dan kembali lagi ke kamarku. Ia membawa sebuah amplop dan langsung menaruhnya di meja kamarku. ”Ini kau bisa membawanya. Aku tahu kau masih butuh uang kan untuk membiayai kuliahmu di Jogja.” Siang itu juga, aku langsung berkemas dan kembali ke Jogja. Aku benar benar tak percaya dengan apa yang telah pamanku lakukan. Selang tiga tahun aku mendengar pamanku meninggal. Entah apa penyakitnya aku tak ingin mendengar berita apapun tentang dirinya lagi.


Untuk Mu di surga

Cinta Kita

Semua berawal dari mimpi
Asa kan ku kejar hingga akhir nanti
Lama sudah kunanti dirimu
Harapan kan selalu ada dihati

Ku kan tetap pertahankan
Semua rasa ini untukmu
Ku kan tetap menjaga
Cinta indah kita
Berdua selamanya

Tak kan terhenti
Sampai disini
Ku kan tanamkan ku kan semaikan
Tak kan berpaling pada yang lain
Hanya dirimu satu yang ku setia
Tak kan tergantikan oleh yang lain


Astari
20 Agustus 2009